Rabu, 24 November 2010

Dari Manakah Datangnya Iman?


Cetak E-mail
Mana yang hadir lebih dulu pada diri seseorang, iman atau agama? Sebenarnya, orang beragama dulu atau beriman dulu? Apakah dengan adanya dakwah agama lalu secara otomatis orang akan beriman atau mungkinkah seseorang beriman sebelum datangnya dakwah agama?
Agama itu kan ajaran, doktrin yang tak dapat diubah-ubah, yang orang memahaminya secara kognitif dengan akal fikirannya. Sedangkan iman adalah keyakinan, komitmen dan harapan yang tumbuh begitu saja di dalam diri seseorang sebagai buah dari kesadarannya terhadap keberadaan Sang Supernatural yang hadir di balik semua peristiwa yang natural. Agama dihadirkan oleh Yang Mahakuasa lepas dari ada atau tidak adanya orang yang mau menerima agama itu. Begitu juga iman tumbuh di dalam diri seseorang terlepas dari apakah di lingkungan orang itu sudah ada agama atau belum. Agama adalah formalitas, sedangkan iman adalah spontanitas. Agama muncul dalam bentuk ajaran dan aturan-aturan yang sudah jadi, yang dianggap sudah benar secara final. Sedangkan iman adalah proses dinamis dalam mencari kebenaran karena adanya kerinduan terhadap kesejatian dan keabadian. Penulis yakin, agama berasal dari Tuhan dan iman pun berasal dari Tuhan juga.
Kalau begitu, dakwah itu yang penting menyorong-nyorongkan agama untuk dimengerti atau mengajak orang untuk bersama-sama mengalami perjalanan ruhaniahnya? Para ustadz melakukan yang pertama, sedangan Ary Ginanjar dengan ESQ-nya melakukan yang kedua. Meskipun agama sudah disorong-sorongkan oleh para ustadz tapi kalau tingkat kesadaran orang belum dapat memahaminya atau agama yang disorongkan itu memang tidak sesuai dengan kesadaran orang yang menerimanya, maka agama itu tidak akan berarti apa-apa bagi orang itu. Sebaliknya orang yang sudah tumbuh kesadaran imannya akan mencari dan mengejar-ngejar agama karena menyadari agama itu adalah jalan mudah yang diperlukannya untuk mencapai kebenaran sejati. Maka semestinya dakwah bermula dari mengusik dan membangkitkan kesadaran iman lebih dulu sebelum ‘mengajarkan’ doktrin-doktrin agama yang rumit. Itu sebabnya ada beda antara dakwah dengan tarbiyah, antara memotivasi dengan menggurui.
We are not human beings having a spiritual experience; we are spiritual beings having a human experience (Teilhard deChardin). Ya, kita memang bukan makhluk biologis yang di dalamnya ada ruh atau jiwa. Justeru sebaliknya, kita adalah makhluk ruhaniah yang ditempatkan di dalam tubuh biologis. Hal ini pun ditegaskan dalam al-Qur’an surat al-Insan (76) ayat 1 yang menyebutkan bahwa manusia pada awalnya adalah “belum menjadi sesuatu yang dapat disebuti”. Dalam kitab Sirr al-Asrâr yang berisi kumpulan ajaran seorang sufi agung, Syeikh Abdul Qadir al-Jaylani, insan yang “belum menjadi sesuatu yang dapat disebut” itu adalah manusia yang masih berwujud ruh suci (rûh al-quds). Manusia ‘ruh suci’ itu dicipta di alam Lâhût (alam dimensi ke-Tuhan-an) sebelum diturunkan ke alam Mulki (alam fisik) dan ditempatkan di ‘tubuh biologis kebinatangan’ (basyar). Demikian al-Qur’an surat Shâd (38) ayat 71-72 menjelaskan.
"Fithrah Allah, yang Dia 'mencipta' manusia (sejak awalnya) berdasarkan fithrah itu."
(QS. 30:30)
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"
(QS. 7:172)
Sesungguhnya bibit iman telah turun di pusat qalbu setiap orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar