Mereka datang ke PP Suryalaya bukan saja untuk study banding, tetapi meraka juga telah merasakan TQN PP. Suryalaya. Walaupun mereka itu para pejabat bahkan Profesor, tetapi mereka datang ke PP Suryalaya dengan menanggalkan berbagai atribut hanya untuk mengikuti manaqib dengan khusyu.
Baginda Nabi SAW telah bersabda : “Barangsiapa harinya sama kebaikannya berarti dia rugi. Barangsiapa hari ini lebih jelek berarti dia konyol. Dan barangsiapa tidak menambah kebaikannya berarti dia mengurangi kebaikan atau Nuqson. Dan barangsiapa nuqson, maka baginya lebih baik maut”. Mudah-mudahan dengan Manaqib bertambah kebaikan kita. Mengapa harus demikian ? Karena semua manusia mau pergi kemana lagi kalau dia selalu digoda dan digoncangkan oleh yang satu yaitu Iblis yang diciptakan 185.000 tahun sebelum diciptakan Nabi Adam AS sudah ada.
Oleh karena itu saya mengulangi kembali selama 34 tahun ke PP Suryalaya, hanya sekali disuruh Pangersa Abah (15 tahun lalu) untuk menggores dan menerangkan mankobah ke 39-40 yaitu setiap tahun baru.
Kalau setiap datang tahun baru menyampaikan salam kepada Tuan Syaikh. Bulan, tahun, hari dan matahari menyampaikan salam dan memberi tahu apa yang akan terjadi kepadanya. Apalagi kita ? Tentunya kita juga harus menyampaikan salam kepada Pangersa Abah. Jadi kurang adab atau kurang sopan kita menitipkan salam kepadanya, lebih baik datang sendiri secara langsung dan bertekuk lutut kepadanya.
Syaikh Sya’roni mengatakan : “Barangsiapa yang berserah diri dengan pendekatan syar’i kepadanya (dalam arti bukan pendekatan bisnis, harta atau tahta). Maka akan dibukakan seluruh pintu-pintu Hadroh Allah Ta’ala”. Jadi lebih baik datang sendiri atau setiap ingat kita unjuk salam kepadanya. Bagaimana kalimah salamnya ? Kalimahnya adalah : “Assalamu’alaikum yaa malika al-zaman wa yaa imaama al-makan wa yaa qoimu bi amri al-rohman wa yaa waaritsa al-kitab wa yaa naaiba Rasulillahi shollallahi’alaihi wasallama yaa man mina al-samaai wa al-ardhi aidatuhu, yaa man ahlu waqtihi kulluhum ‘aailatuhu, yaa man yanzilu al-ghoitsu bi da’watihi wa yadhirru al-dhor’u bibarokatihi wa rohmatullohi wa barokaatuhu Al Fatihah.
Diakhir mankobah ke 39 dan 40 disebutkan : “Di bumi manusia ada gurunya, jin ada gurunya, malaikat ada gurunya dan Aku adalah guru semuanya”. Dan akhir mankobah 40 : “Aku diberi buku untuk mencatat para muridku sampai hari kiamat dan di hari kiamat aku akan berjaga di neraka jahanam”. Kalau mendengar perkataan seperti itu jangan langsung menyalahkan, tetapi cari apa dasarnya.
Seperti perkataan : “Aku melayang-layang di majlisku” adalah merupakan kalimat majazi yang tidak mudah untuk dipahami kalau tidak pernah belajar ilmu Bayan. Maksudnya adalah menyampaikan perkataan yang luar biasa.
Oleh karena diawal kitab Tafrihul Khotir ada rambu-rambu sebagai berikut : “Apabila mendengar perkataan dari seorang ahli tasawwuf (Mursyid Kamil Mukammil) yang dhohirnya sekaan-akan bertentangan dengan Rasul, jangan langsung menyalahkan. Akan tetapi kita harus tawakuf (diam) dan meminta kepada Allah agar memberitahu”.
Mengapa ? Karena orang sufi itu hanya menyuruh kerja seperti Nabi Musa yang ikut Nabi Khidir atau seperti ketika saya diberi kitab oleh Pangersa Abah, beliau berkata : “Kalau menanam biji di tanah yang banyak akarnya susah sekali, lain kalau ditanam di tanah subur pasti akan tumbuh subur”. Terus Beliau memberikan kitab seraya berkata : “Nih untukmu ! kalau ada yang tidak mengerti jangan bertanya kepada orang lain, tetapi berdzikirlah !” ketika itu saya belum konsisten mengamalkan dzikir. Lalu Beliau memberi isyarat : “Kalau ingin cepat sampai jangan bolak-balik, tetapi harus langsung”. Maka sejak itu saya mengambil a’laaha (yang paling utama) dari 70 cabang Iman yaitu kalimat Laa Ilaaha Illallah.
Mengapa Tuan Syaikh berdiri dan menjaga di pintu jahanam di hari kiamat ? Sebagai pertanggungjawaban Beliau kepada muridnya. Coba lihat ikan mujair dikolam yang selalu memasukkan anaknya dimulutnya. Itulah tanda kasih sayang Pangersa yang bukan saja kepada para muridnya, bahkan kepada para calon muridnya.
Tuan Syaikh telah berkata : “Kalau kau mengemut telunjukku secara benar, maka kau tidak akan sampai kelaparan”. Ini bahasa isyarat, kalau muridnya sampai 4000 ? Maksudnya kalau mengamalkan semua petunjuknya secara total, pasti tidak akan tersesat. Dan hakekat mengikuti itu adalah melihat yang diikuti dalam segala sesuatunya.
Apa dasarnya ? Dalam suatu Hadits dikatakan : “Tidak ada ketakutan bagi ahli Laa Ilaaha Illallah ketika mautnya, ketika dikubur dan ketika di Mahsyar hari kiamat”. Sehingga difirmankan oleh Allah keadaan mereka (Ahli Laa Ilaaha Illallah) dalam surat Fathir ayat 34 : “Dan mereka berkata : Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri”.
Ketika saya ke Jabal Shuf (Inabah Kedah Malaysia), saya menyuruh seorang anak Inabah untuk berbaring, lalu tutup mulut, mata dan tangan seperti orang sholat. “Kalau manusia sudah begitu bagaimana?” kata saya, ketika itu harta, anak, pangkat dan kedudukan tidak berguna. Disinilah pentingnya talqin dzikir. Dan Talqin dzikir itu bukan dimulut atau otak, tetapi yang ditalqin adalah ruh. Karena yang menerimanya juga ruh dan yang mentalqinkannya juga ruh. Tentunya bukan sembarangan ruh, tetapi Ruhul Amin.
Disinilah pentingnya Laa Ilaaha Illallah dirasakan. Sehingga Baginda Rasul bersabda dalam hadits Shoheh serta dimuat oleh Ibnu Taimiyah dalam kitab “ Al Furqon” diriwayatkan oleh Muslim : “Tidak akan masuk neraka seorangpun dari orang yang telah mengikat janji setia kepada Allah dengan kalimah tauhid”. Walaupun dia pernah zina atau mencuri, karena kalau sudah berdzikir pasti akan berhenti zina dan mencurinya.
Oleh : KH. M. Abdul Gaos SM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar